Assalamualaikum.
Hai hai, di postingan kali ini aku mau
cerita tentang perjalananku di kota Jambi. Oke, aku emang udah lama tinggal di
Jambi tapi aku bukan orang asli Jambi. Orang tuaku udah merantau dari Palembang
sejak belasan tahun silam. Tapi asli, aku jarang jalan-jalan di Jambi. Palingan
cuma ke mall nya kayak Jamtos, WTC, Ramayana, Tropi, Trona, Matahari, dll.
Banyak tempat menarik di Jambi yang belum pernah aku kunjungi. Maklumlah, dulu
belum kepikiran buat jalan-jalan ke tempat-tempat wisata gitu.
Semenjak SMA, aku sadar kalo aku ini
udah menjadi orang Jambi tapi banyak ga tau tentang Jambi. Sekarang aku
kepengen banget ke tempat-tempat menarik itu, kayak Museum Perjuangan Rakyat
Jambi, Masjid Seribu Tiang, Menara Gentala Arasy, Candi Muaro Jambi, dan masih
banyak lagi. Aku cuma pernah ke kebun binatang Taman Rimba, Kantor Gubernur,
dan Kampoeng Radja. Ke ancol aja aku belum pernah. Jembatan aur duri 2 juga
belum. Taman anggrek aja aku baru tau pas SMA. Masyaallah-_-
Oke, kemaren aku ada sedikit waktu
buat jalan-jalan di Jambi, ini beberapa cerita tentang perjalanan aku di Jambi
selama satu hari bersama temenku: Mitha
Hari itu tanggal 13 April 2014
Sekolahku diliburkan selama 4 hari
dikarenakan kakak kelas 12 mau UN. Padahal rencananya hari itu aku Cuma mau ke
WTC bareng Mitha. Nah, sebelum WTC kami melewati Masjid Seribu Tiang. Karena
aku belum pernah kesana, jadi aku singgah dulu deh dan foto-foto disana.
Subhanallah…Demi
Allah, mesjidnya keren banget menurut aku. Aku gak nyangka di Jambi ada masjid
kayak gini. Menurut artikel di internet yang aku baca, Masjid Agung Al-Falah
atau yang lebih dikenal dengan masjid 1000 tiang ini adalah masjid terbesar di
Kota Jambi. Masjid yang menjadi kebanggaan
masyarakat Jambi ini berada di Jalan Sultan Thaha di pusat kota Jambi. Disebut
masjid 1000 tiang karena memang masjid ini memiliki banyak sekali tiang yang
dapat langsung dilihat dari luar masjid. Walaupun jumlah sebenarnya hanya 256
tiang saja. Masjid ini tidak memiliki dinding dan pintu, mirip seperti sebuah
pendopo yang terbuka luas dengan 1 kubah besar. Disampingnya terdapat menara
yang cukup tinggi. Walaupun
tidak memiliki dinding/pintu, bukan berarti kita bisa masuk begitu saja kedalam
masjid ini. Masjid ini dikelilingi kolam buatan dan dipagari sehingga tempat
masuknyapun terbatas di depan dan samping kiri-kanan saja. Oh ya, konon katanya
lokasi masjid ini dulunya adalah bekas pusat kerjaan Malayu Jambi yang kemudian
beralih menjadi benteng belanda, markas TNI, baru kemudian menjadi masjid.
Tepat dibawah kubah mesjid |
Subhanallah ukirannya... |
Kolam disekeliling mesjid |
Jalan menuju tempat wudhu |
Rak sepatu |
Menara di samping mesjid |
Terus, habis
foto-foto di Masjid Al Falah, kami melanjutkan perjalanan ke WTC. Di WTC kami
hanya membeli minuman di Calais, es krim di AW dan beberapa jajanan kecil
lainnya.
Waktu sudah
semakin siang, kami melanjutkan perjalanan ke Ancol dan Sekoja (Seberang Kota
Jambi). Menurut artikel di internet yang aku baca, Seberang
Kota Jambi atau Sekoja adalah bagian utara Kota jambi yang dipisahkan oleh
sungai Batanghari. Walaupun hanya berjarak beberapa ratus meter dari
Pusat Kota, namun Sekoja jauh tertinggal dibandingkan dengan bagian Kota Jambi
yang lain. Tidak ada gedung tinggi,apalagi mall, yang ada hanyalah rumah
rumah panggung khas Jambi. Seberang Kota Jambi adalah wajah Kota Jambi
sebenarnya, tempat warga asli melayu jambi tinggal beserta adat istiadatnya,
serta tempat peninggalan benda bersejarah yang masih bertahan dan terjaga baik
dari gerusan zaman.
Sekoja bersebelahan dengan pusat kota
Jambi, namun untuk menuju kesana harus melintasi sungai Batanghari dahulu. Kita
dapat menggunakan Getek (atau Ketek) ataupun perahu wisata tradisional Jambi
yaitu “Kajang Lako”. Perjalanan dengan Perahu dari Pusat Kota menuju Sekoja
hanya membutuhkan waktu 10-15 menit saja dengan biaya 2ribu-5ribu saja .
Begitu sampai di Sekoja, kita tidak
akan merasa di dalam kota, namun terasa berada di tengah perkampungan
tradisional. Sekoja memang seperti kampung di tengah Kota. Jika kita ingin
melihat masyarakt melayu jambi disinilah tempatnya, disini mereka masih menjaga
tradisi secara turun temurun. Mulai dari rumah yang mereka tempati yang
sebagian besar masih berupa rumah panggung khas Jambi. Arsitektur rumah
tradisional di Sekoja adalah perpaduan antara budaya Melayu, Tionghoa, dan
Arab, karena ketiga budaya inilah yang memang sejak awal membentuk kawasan
Sekoja menjadi seperti adanya sekarang
Sebagian jalan di
Sekoja langsung berhadapan dengan Sungai Batanghari dan hanya dibatasi oleh
Pohon Palem yang tersusun rapi di sepanjang tepian sungai. Tepian sungai pun
sudah dilapisi dengan tembok sehingga anda dapat bersantai duduk ditepian sungai
sambil menikmati pemandangan Pusat Kota Jambi dari Seberang dan berbagai
aktivitas masyarakatnya di atas Sungai Batanghari.
Disalah satu sudut
Sekoja, didepan sungai Batanghari, kira kira sejajar dengan Kawasan Tanggo Rajo
dan Gubernuran Kota Jambi, sedang ada proyek pembangunan menara yang nantinya
akan menjadi Icon baru Jambi. Di menara setinggi 85 meter itu terdapat jam
besar yang akan berbunyi setiap Jam dan pada saat Azan tiba. Dibawah Menara itu
rencananya akan dibuat museum. Selain itu lingkungan sekitar menara akan diubah
menjadi tempat wisata kuliner dan restoran Terapung.
Tersambung
dengan menara, akan dibangun pula jembatan Gantung pedesterian yang akan
menghubungkan Sekoja dengan Tanggo Rajo (Rumah Dinas Gubernur). Jembatan
gantung ini akan berbentuk huruf S dan hanya boleh dilalui oleh pejalan kaki.
Jembatan Gantung dan menara ini dibuat untuk mendukung Sekoja sebagai kawasan
wisata baru Kota Jambi.
Nah, disinilah kami singgah karena
letaknya yang berdekatan dengan WTC. Kami menyeberangi sungai Batanghari dengan
menyewa sebuah getek dengan biaya yang cukup mahal. Tapi tak apalah, sesekali.
Jembatannya belum selesai dibangun, baru setengah bagian. Menurut pengemudi
getek yang kami temui, jembatan ini kira-kira akan selesai pada tahun 2015. Kita
tunggu saja.
Sampai
di Menara Gentala Arasy, kami langsung memulai foto-foto. Matahari yang sedang
bersinar terik tak menyurutkan semangat kami. Kami naik keatas tangga menara
untuk melihat pemandangan sungai Batanghari. Kami tidak sempat naik ke atas menara
dikarenakan waktu kami yang sangat terbatas.
Setelah kami rasa cukup jalan-jalan
dan foto-fotonya, kami kembali menaiki getek untuk menyeberang ke Ancol lagi.
Itulah
pengalaman pertamaku jalan-jalan sendiri di Jambi tanpa orang tua. Hahaha,
maklumlah dulu kan aku masih kecil :3 Pengalaman ini berkesan banget. Aku
berharap aku bisa jalan-jalan ke tempat menarik lainnya di kota Jambi.
Sekian
cerita tentang perjalananku bersama Mitha. Terima kasih telah membaca artikel
ini.
I love
Jambi. Wassalamualaikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar