Minggu, 20 April 2014

Jalan-Jalan di Kota Jambi part 1



Assalamualaikum.
Hai hai, di postingan kali ini aku mau cerita tentang perjalananku di kota Jambi. Oke, aku emang udah lama tinggal di Jambi tapi aku bukan orang asli Jambi. Orang tuaku udah merantau dari Palembang sejak belasan tahun silam. Tapi asli, aku jarang jalan-jalan di Jambi. Palingan cuma ke mall nya kayak Jamtos, WTC, Ramayana, Tropi, Trona, Matahari, dll. Banyak tempat menarik di Jambi yang belum pernah aku kunjungi. Maklumlah, dulu belum kepikiran buat jalan-jalan ke tempat-tempat wisata gitu.
Semenjak SMA, aku sadar kalo aku ini udah menjadi orang Jambi tapi banyak ga tau tentang Jambi. Sekarang aku kepengen banget ke tempat-tempat menarik itu, kayak Museum Perjuangan Rakyat Jambi, Masjid Seribu Tiang, Menara Gentala Arasy, Candi Muaro Jambi, dan masih banyak lagi. Aku cuma pernah ke kebun binatang Taman Rimba, Kantor Gubernur, dan Kampoeng Radja. Ke ancol aja aku belum pernah. Jembatan aur duri 2 juga belum. Taman anggrek aja aku baru tau pas SMA. Masyaallah-_-
Oke, kemaren aku ada sedikit waktu buat jalan-jalan di Jambi, ini beberapa cerita tentang perjalanan aku di Jambi selama satu hari bersama temenku: Mitha

Hari itu tanggal 13 April 2014
Sekolahku diliburkan selama 4 hari dikarenakan kakak kelas 12 mau UN. Padahal rencananya hari itu aku Cuma mau ke WTC bareng Mitha. Nah, sebelum WTC kami melewati Masjid Seribu Tiang. Karena aku belum pernah kesana, jadi aku singgah dulu deh dan foto-foto disana.
Subhanallah…Demi Allah, mesjidnya keren banget menurut aku. Aku gak nyangka di Jambi ada masjid kayak gini. Menurut artikel di internet yang aku baca, Masjid Agung Al-Falah atau yang lebih dikenal dengan masjid 1000 tiang ini adalah masjid terbesar di Kota Jambi. Masjid yang menjadi kebanggaan masyarakat Jambi ini berada di Jalan Sultan Thaha di pusat kota Jambi. Disebut masjid 1000 tiang karena memang masjid ini memiliki banyak sekali tiang yang dapat langsung dilihat dari luar masjid. Walaupun jumlah sebenarnya hanya 256 tiang saja. Masjid ini tidak memiliki dinding dan pintu, mirip seperti sebuah pendopo yang terbuka luas dengan 1 kubah besar. Disampingnya terdapat menara yang cukup tinggi. Walaupun tidak memiliki dinding/pintu, bukan berarti kita bisa masuk begitu saja kedalam masjid ini. Masjid ini dikelilingi kolam buatan dan dipagari sehingga tempat masuknyapun terbatas di depan dan samping kiri-kanan saja. Oh ya, konon katanya lokasi masjid ini dulunya adalah bekas pusat kerjaan Malayu Jambi yang kemudian beralih menjadi benteng belanda, markas TNI, baru kemudian menjadi masjid.






Tepat dibawah kubah mesjid








Subhanallah ukirannya...



Kolam disekeliling mesjid



Jalan menuju tempat wudhu

Rak sepatu



Menara di samping mesjid

Terus, habis foto-foto di Masjid Al Falah, kami melanjutkan perjalanan ke WTC. Di WTC kami hanya membeli minuman di Calais, es krim di AW dan beberapa jajanan kecil lainnya.


Waktu sudah semakin siang, kami melanjutkan perjalanan ke Ancol dan Sekoja (Seberang Kota Jambi). Menurut artikel di internet yang aku baca, Seberang Kota Jambi atau Sekoja adalah bagian utara Kota jambi yang dipisahkan oleh sungai Batanghari. Walaupun hanya berjarak beberapa ratus meter dari Pusat Kota, namun Sekoja jauh tertinggal dibandingkan dengan bagian Kota Jambi yang lain. Tidak  ada gedung tinggi,apalagi mall, yang ada hanyalah rumah rumah panggung khas Jambi. Seberang Kota Jambi adalah wajah Kota Jambi sebenarnya, tempat warga asli melayu jambi tinggal beserta adat istiadatnya, serta tempat peninggalan benda bersejarah yang masih bertahan dan terjaga baik dari gerusan zaman.
Sekoja bersebelahan dengan pusat kota Jambi, namun untuk menuju kesana harus melintasi sungai Batanghari dahulu. Kita dapat menggunakan Getek (atau Ketek) ataupun perahu wisata tradisional Jambi yaitu “Kajang Lako”. Perjalanan dengan Perahu dari Pusat Kota menuju Sekoja hanya membutuhkan waktu 10-15 menit saja dengan biaya 2ribu-5ribu saja .
Begitu sampai di Sekoja, kita tidak akan merasa di dalam kota, namun terasa berada di tengah perkampungan tradisional. Sekoja memang seperti kampung di tengah Kota. Jika kita ingin melihat masyarakt melayu jambi disinilah tempatnya, disini mereka masih menjaga tradisi secara turun temurun. Mulai dari rumah yang mereka tempati yang sebagian besar masih berupa rumah panggung khas Jambi. Arsitektur rumah tradisional di Sekoja adalah perpaduan antara budaya Melayu, Tionghoa, dan Arab, karena ketiga budaya inilah yang memang sejak awal membentuk kawasan Sekoja menjadi seperti adanya sekarang
Sebagian jalan di Sekoja langsung berhadapan dengan Sungai Batanghari dan hanya dibatasi oleh Pohon Palem yang tersusun rapi di sepanjang tepian sungai. Tepian sungai pun sudah dilapisi dengan tembok sehingga anda dapat bersantai duduk ditepian sungai sambil menikmati pemandangan Pusat Kota Jambi dari Seberang dan berbagai aktivitas masyarakatnya di atas Sungai Batanghari.
Disalah satu sudut Sekoja, didepan sungai Batanghari, kira kira sejajar dengan Kawasan Tanggo Rajo dan Gubernuran Kota Jambi, sedang ada proyek pembangunan menara yang nantinya akan menjadi Icon baru Jambi. Di menara setinggi 85 meter itu terdapat jam besar yang akan berbunyi setiap Jam dan pada saat Azan tiba. Dibawah Menara itu rencananya akan dibuat museum. Selain itu lingkungan sekitar menara akan diubah menjadi tempat wisata kuliner dan restoran Terapung.
Tersambung dengan menara, akan dibangun pula jembatan Gantung pedesterian yang akan menghubungkan Sekoja dengan Tanggo Rajo (Rumah Dinas Gubernur). Jembatan gantung ini akan berbentuk huruf S dan hanya boleh dilalui oleh pejalan kaki. Jembatan Gantung dan menara ini dibuat untuk mendukung Sekoja sebagai kawasan wisata baru Kota Jambi. 
            Nah, disinilah kami singgah karena letaknya yang berdekatan dengan WTC. Kami menyeberangi sungai Batanghari dengan menyewa sebuah getek dengan biaya yang cukup mahal. Tapi tak apalah, sesekali. Jembatannya belum selesai dibangun, baru setengah bagian. Menurut pengemudi getek yang kami temui, jembatan ini kira-kira akan selesai pada tahun 2015. Kita tunggu saja.
Sampai di Menara Gentala Arasy, kami langsung memulai foto-foto. Matahari yang sedang bersinar terik tak menyurutkan semangat kami. Kami naik keatas tangga menara untuk melihat pemandangan sungai Batanghari. Kami tidak sempat naik ke atas menara dikarenakan waktu kami yang sangat terbatas.


















            Setelah kami rasa cukup jalan-jalan dan foto-fotonya, kami kembali menaiki getek untuk menyeberang ke Ancol lagi.

Itulah pengalaman pertamaku jalan-jalan sendiri di Jambi tanpa orang tua. Hahaha, maklumlah dulu kan aku masih kecil :3 Pengalaman ini berkesan banget. Aku berharap aku bisa jalan-jalan ke tempat menarik lainnya di kota Jambi.
Sekian cerita tentang perjalananku bersama Mitha. Terima kasih telah membaca artikel ini.
I love Jambi. Wassalamualaikum.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar